TUGAS TERSTRUKTUR
|
DOSEN PENGAMPU
MATA KULIAH
|
Dasar-Dasar
Ekonomi Islam
|
Dr. Muhaimin,
S.Ag, M.A
|
Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Oleh:
NAMA ANGGOTA
|
NIM
|
Muhammad Sadriyannor
|
1501150144
|
Mujahid
|
1501150145
|
Muslim
|
1501150146
|
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI
ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
2015/2016
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat
Allah swt dengan hati ikhlas dan pikiran yang tulus dan jernih. Karena rahmat,
taufik dan hidayah serta inayahNya kami dapat menyusun
tugas makalah yang sederhana ini.
Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan
kepada Sang figur ummat pembawa rahmat dialah Nabi besar Muhammad SAW yang
sujud kepadanya seluruh Malaikat sedangkan Ia masih terkandung dalam tulang
belakang ayahnya yang zahir, yaitu Nabiyullah Adam A.S
Pembuatan tugas makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas yang diberikan oleh Dr. Muhaimin, S.Ag,
M.A selaku dosen mata kuliah Dasar-dasar Ekonomi Islam sebagai bahan dalam mempelajari apa itu
“Prinsip Dasar Ekonomi Islam”.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih banyak
memiliki kekurangan dan kesalahan dari segi isi, bahasa, analisis dan lain
sebagainya. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan khazanah dan kemampuan
yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.
Banjarmasin, 28 September 2015
|
|
Tim Penulis
|
|
DAFTAR
ISI
Halaman
Cover .........................................................................................
Kata Pengantar ......................................................................................... I
Daftar Isi ......................................................................................... II
BAB I .........................................................................................
PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang ................................................................. 1
Rumusan Masalah ................................................................. 1
Tujuan Penulisan ................................................................. 2
BAB II .........................................................................................
PEMBAHASAN .........................................................................................
Tauhid ....................................................................................... 3
Pengertian Tauhid
..................................................................... 3
Tauhid sebagai Landasan Ekonomi Islam
................................ 4
Keadilan.................................................................................... 6
Pengertian Adil
........................................................................ 6
Konsep Keadilan didalam Ekonomi Islam .............................. 7
Moral
....................................................................................... 8
Pengertian Moral
..................................................................... 8
Bermoral dalam berekonomi secara Islam .............................. 9
BAB III ........................................................................................
PENUTUP ........................................................................................
Kesimpulan .............................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... III
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Sejak
zaman Rasulullah SAW sudah dikenal sistem mengatur harta didalam islam melalui
sebuah lembaga yang bernama baitul mal.
Didalamnya segala jenis harta disimpan yang diperuntukkan bagi kepentingan kaum
muslimin, baik untuk persiapan perang ataupun sebagai pembendaharaan umat yang
dikelola sendiri oleh umat islam pada zamannya yang lumrah kita ketahui bahwa mereka sangatlah kuat imannya yang tidak
bisa digoyahkan oleh apapun juga sehingga bisa menjadi sebuah negara islam yang
kuat, namun setelah beberapa periode berlalu bukannya semakin bagus malahan
sistem perekonomian menjadi melemah dikarenakan kelakuan umat islam juga dengan
campur tangan bangsa asing.
Sehingga
yang terjadi saat ini adalah kekuasaan yang semula dipegang oleh umat islam
perlahan-lahan mulai lepas dan dikendalikan oleh bangsa non-islam. Akan tetapi,
ada juga umat islam yang berada dalam kekuasaan itu namun mereka hanya
memikirkan apa yang masuk kedalam kantong mereka saja sangatlah berbeda dengan
umat islam zaman dahulu yang mempunyai rasa toleransi yang tinggi dan juga
pengetahuan yang luas dibidang agama.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang tadi, maka dapat kami rumuskan permasalahan yang akan dibahas
dalam permasalahan ini yaitu:
“Apa
saja yang dikehendaki agama islam untuk dimiliki umatnya agar dapat mengatur
perekonomian dengan baik...?”
c. tujuan
penulisan
Dalam setiap perbuatan yang dilakukan seseorang pastilah
mempunyai tujuan akhir yang merupakan target dari tindakan tersebut, begitu
pula didalam penulisan ini selayaknya lah kami mempunyai suatu tujuan yang
jelas juga, maka dari itu tujuan kami dalam penulisan ini yaitu:
“Mengetahui apa saja yang
diperlukan guna mengembangkan kembali sistem perekonomian didalam islam”
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TAUHID
Didalam agama islam tauhid merupakan hal
yang sangat vital bagi keimanan seorang umat. Hal itu dikarenakan bahwa didalam
agama islam hanya meyakini adanya satu Tuhan, yaitu Allah SWT Tuhan sekalian
alam yang menciptakan alam semesta termasuk bumi dan isinya.
1. Pengertian Tauhid
Kata Tauhid merupakan bentuk mashdar
“wahhada yuwahhidu” yang berarti
Meng-Esakan. Syaikh Utsaimin menjelaskan lafadz tauhid secara bahasa adalah :
“Menjadikan sesuatu menjadi satu, yang tidak bisa menjadi benar kecuali dengan
nafiy (penolakan) dan itsbat (penetapan). Secara istilah, Kata Tauhid mempunyai
dua pengertian yaitu :
a. Pengertian umum yaitu : “Meng-Esakan Allaah dalam hal semua yang menjadi
kekhususan Allaah dengan ilmu, keyakinan, ‘amalan dari semua yang
berhubungan dengan Nama – Nama Allah, Sifat –Sifat Allah, Perbuatan
Allah, dan Peribadatan kepada Allah.”
b. Pengertian khusus yaitu : “Meng-Esakan Allah dalam hal ibadah kepada-Nya, yaitu hanya beribadah kepada Allaah saja, tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun akan mengesakan Allah saja satu – satunya dengan ibadah, penghormatan, pengagungan.
a. Pengertian umum yaitu : “Meng-Esakan Allaah dalam hal semua yang menjadi
kekhususan Allaah dengan ilmu, keyakinan, ‘amalan dari semua yang
berhubungan dengan Nama – Nama Allah, Sifat –Sifat Allah, Perbuatan
Allah, dan Peribadatan kepada Allah.”
b. Pengertian khusus yaitu : “Meng-Esakan Allah dalam hal ibadah kepada-Nya, yaitu hanya beribadah kepada Allaah saja, tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun akan mengesakan Allah saja satu – satunya dengan ibadah, penghormatan, pengagungan.
2. Tauhid sebagai Landasan Ekonomi Islam
Hakikat tauhid adalah penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi,
baik menyangkut ibadah maupun muamalah, dalam rangka menciptakan pola kehidupan
yang sesuai kehendak Allah.. Dalam konteks ini Ismail Al- Faruqi
mengatakan, “ it was al- tauhid as the first principle of the economic
order that created the first “ welfare state” and Islam that institutionalized
that first socialist and did more for social justice as well as for the
rehabilitation from them to be described in terms of the ideals of contemporary
western societies”.
(
Tauhidlah sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “ negara
sejahtera” pertama, dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan
melakukan lebih banyak keadilan sosial. Islam juga yang pertama
merehabilitasi (martabat) manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini tidak
ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini ).
Landasan
filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme atau ekonomi sosialisme, karena
keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan materialism. Dalam konteks ekonomi, tauhid berimplikasi
kepada adanya kepastian dalam setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan
bersumber dari ajaran Allah, serta dilakukakan dengan cara-cara yang ditentukan
oleh Allah dan akhirnya juga ditujukan
untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.
Konsep tauhid
yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang
ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki).
Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumber daya itu dalam rangka mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil.
Dalam mengelola sumberdaya itu
manusia harus mengikuti aturan Allah dalam bentuk syari’ah. Firman Allah SWT
ثُمَّ جَعَلْناكَ عَلى شَريعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ
فَاتَّبِعْها وَلا تَتَّبِعْ أَهْواءَ الَّذينَ لا يَعْلَمُونَ
“Kemudian kami jadikan bagi kamu
syari’ah dalam berbagai urusan, maka ikutilah syariah itu, Jangan ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tak mengetahui” (QS:Al-Jatsiyah 18)
Dengan
demikian, setiap pengelolaan sumber daya dan setiap cara dan usaha mencari
rezeki harus sesuai dengan aturan Allah. Demikian pula membelanjakannya seperti
spending, investasi dan tabungan harus sesuai dengan syari’ah Allah. Inilah
implikasi dari konsep tauhid atau teologi ekonomi Islam. Kedua, Allah menyediakan
sumber daya alam sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia yang
berperan sebagai khalifah, dapat memanfaatkan sumber daya yang banyak
itu untuk kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif teologi Islam, sumber daya –
sumber daya itu, merupakan nikmat Allah yang tak terhitung ( tak terbatas )
banyaknya, sebagaimana dalam firman-Nya
وَإِن تَعُدُّوا
نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“ Dan jika
kamu menghitung – hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak bisa menghitungnya”. (
QS. An-Nahl:18)
Namun, perbedaan pendapat terjadi antara para ahli ekonomi konvensional dengan para pakar ekonomi islam, yaitu
para ahli ekonomi konvensional selalu mengemukakan jargon bahwa sumber
daya alam terbatas. Sedangkan dalam ekonomi Islam, sumberdaya alam banyak dan
melimpah. Karena itu menurut ekonomi Islam, krisis ekonomi yang dialami suatu
negara, bukan karena terbatasnya sumber daya alam, melainkan karena tidak meratanya
distribusi, sehingga terwujud ketidakadilan sumber daya. Banyak sekali ayat Al- qur’an menunjukkan bahwa pertanian,
perdagangan, industri baik barang maupun jasa dan berbagai bentuk kegiatan
produktif dimaksudkan untuk kehidupan manusia.
Selanjutnya
konsep tauhid didalam ekonomi islam
ini mengajarkan bahwa segala sesuatu bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir
kepada Allah, menggunakan sarana dan sumber daya sesuai syariat Allah.
Aktivitas ekonomi, seperti produksi, distribusi, konsumsi, ekspor – impor
bertitik tolak dari tauhid ( keilahian ) dan dalam koridor syariah yang
bertujuan untuk menciptakan falah
guna mencapai ridha Allah SWT.
B.
KEADILAN
Setiap makhluk pasti menghendaki hal yang
sama di dunia ini, khususnya manusia. Mereka ingin diperlakukan secara benar
dan tidak dirugikan dalam hal apapun dan juga mereka mempunyai hak yang sama di
dunia ini.
1. Pengertian Adil
Kata ‘adl adalah bentuk
masdar dari kata kerja ‘adala – ya‘dilu – ‘adlan – wa ‘udulan – wa ‘adalatan ( وَعَداَلَةً – وَعُدُوْل
– عَدْل
- يَعْدِلُ - عَدَلَ) yang berarti lurus
atau sama. Jadi, seorang yang ‘adil adalah berjalan lurus dan sikapnya
selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang
merupakan makna asal kata ‘adl, yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak”
kepada salah seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang ‘adil
berpihak kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama
harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan
tidak sewenang-wenang. Al-Asfahani menyatakan bahwa kata ‘adl
berarti memberi pembagian yang sama. Sementara itu, pakar lain
mendefinisikannya dengan penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Ada
juga yang menyatakan bahwa ‘adl adalah memberikan hak kepada pemiliknya melalui
jalan yang terdekat. Hal ini sejalan dengan pendapat al-Maraghi yang memberikan
makna kata ‘adl dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya secara efektif.
2. Konsep Keadilan didalam Ekonomi Islam
Islam sebagai agama yang rahmatan lil
alamin menginkan bahwa adanya pembagian secara merata didalam segala hal,
termasuk juga dalam segi perekonomian yang meliputi sistem produksi,
distribusi, dan konsumsi. Islam menghendaki akan terjadinya pemerataan keadilan
karena sistem ekonomi islam menyatakan bahwa sumber daya itu tidak terbatas dan
keinginan manusia terbatas hal ini berbanding terbalik dengan sistem ekonomi
konvensional yang menyatakan bahwa sumber daya itu terbatas dan keinginan
manusia tidak terbatas. Namun, pada kenyataannya sumber daya seolah tidak dapat
memenuhi kebutuhan manusia dikarenakan sistem distribusinya yang jelek/tidak
adil itulah yang dikehendaki para ahli ekomom islam untuk dibenarkan.
Keadilan juga merupakan pilar terpenting dalam
ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur’an sebagai misi
utama para Nabi yang diutus Allah,
termasuk penegakkan keadilan ekonomi dan
penghapusan kesenjangan pendapatan. Sebagai mana
firman Allah berikut ini.
“Sesungguhnya
Allah menyuruh berlaku adil, dan berbuat kebaikan, serta memberi bantuan kepada
kaum kerabat; dan melarang daripada melakukan perbuatan-perbuatan yang keji dan
mungkar serta kezaliman. Ia mengajar kamu
(dengan suruhan dan laranganNya ini), supaya kamu mengambil peringatan pelajaran”
Allah yang menurunkan Islam sebagai
sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya penegakan
keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial. Komitmen
Al-Quran tentang penegakan keadilan sangat jelas. Hal itu terlihat dari
penyebutan kata keadilan di dalam Al-quran mencapai lebih dari seribu kali, namun
tidak semuanya menggunakan kata ‘adil, tetapi juga ada yang menggunakan kata
yang lain seperti al-mizan dan al-qist.
Jika konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu
menggunakan indikator PDB (Produk Dosmetik Bruto) dan perkapita sebagai dasar
mengukur kesejahteraan rakyatnya. Dalam Islam, pertumbuhan harus seiring dengan
pemerataan. Tujuan kegiatan ekonomi, bukanlah meningkatkan pertumbuhan
sebagaimana dalam konsep ekonomi kapitalisme, melainkan tujuan ekonomi Islam
lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.
Karena itu, Islam menekankan
keseimbangan antara petumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan bukan menjadi tujuan utama, kecuali
dibarengi dengan pemerataan. Dalam konsep Islam, pertumbuhan dan pemerataan
merupakan dua sisi dari sebuah entitas yang tak terpisahkan, karena itu
keduanya tak boleh dipisahkan.
C.
MORAL
Perbedaan antara manusia dan hewan hanyalah terletak pada
akal mereka, oleh karena itu maka selayaknyalah kita sebagai manusia
mempergunakan akal yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya
untuk menjadi seoran manusia yang bermoral dan berjiwa sosial.
1.
Pengertian
Moral
Moral merupakan sebuah wawasan menyangkut budi pekerti
manusia. Kata moral merupakan terjemahan dari bahasa latin yaitu mores dari
bahasa Latin, lalu kemudian diartikan atau di terjemahkan jadi “aturan
kesusilaan” ataupun suatu istilah yang digunakan untuk menentukan sebuah
batas-batas dari sifat peran lain, kehendak, pendapat atau batasan perbuatan
yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik maupun buruk.
2.
Bermoral
dalam berekonomi secara islam
Setiap pelaku kegiatan ekonomi haruslah dia mempunyai
akhlak yang baik karena segala hal yang dia lakukan selalu erat kaitannya
dengan sesama manusia. Bahkan, perbedaan antara para pelaku ekonomi
konvensional dan islam hanya terletak pada kelakuaannya saja. Ekonomi islam
tidak memperbolehkan untuk menumpuk(menimbun) barang untuk diperjualkan kembali
pada saat harganya mahal karena itu justru akan menimbulkan kelangkaan suatu
produk tertentu, berbeda halnya dengan pelaku ekonomi konvensional mereka lebih
mementingkan apa yang mereka peroleh dalam sehari tanpa memperhatikan dengan
apa yang mereka perbuat.
Oleh karena itu, islam menghendaki agar terjadinya
pemerataan dalam segala hal agar tercipta pemerataan dan pertumbuhan yang
sejajar dikalangan masyarakatnya.
Karena dalam perekonomian Islam, nilai-nilai luhur terkait kemanusiaan
sangatlah diperhatikan. Misalnya
saja, seseorang tidak boleh memakan harta saudaranya secara batil, dilarang mengurangi
takaran, tidak boleh menjual barang cacat tanpa sepengetahuan pembeli, monopoli
tidak diberi tempat, riba’ diharamkan, dan seterusnya.
Dalam menyikapi harta, Islam mengambil
sikap pertengahan. Bukan menolak harta secara ekstrim sehingga tersisih dari
dunia. Ataupun menjadi hamba harta sehingga lupa mati dan menyangka bahwa dunia
adalah surga bagi mereka.
Bagi kaum muslimin, harta hanyalah sarana. Agar kalimat-kalimat Allah lebih
massif didakwahkan, dalam rangka mewujudkan Rahmat Islam bagi semesta. Jika hal
ini sudah bisa dilakukan, maka kegemilangan yang pernah dicapai oleh generasi
pertama umat ini akan segera diraih kembali. Harta dan perekonomian juga menjadi isu sentral. Di mana saat ini,
sumber-sumbernya dikuasai oleh musuh Islam. Hampir di seluruh aspek, mereka
merajai. Alhasil, umat yang pernah mempunyai pemimpin sekaliber Umar bin Abdul
Aziz ini, hanya menjadi pembantu. Bukan hanya di negeri musuh Islam. Bahkan, di
negeri yang mayoritas muslim sekalipun. Oleh karena itu, umat islam perlu dibangunkan. Apalagi, ketika fakta sudah nyata terbentang. Bahwa
agama ini akan semakin kokoh dengan harta. Meskipun, tanpa harta, Allah bisa dengan mudah membuatnya tetap tak tertandingi. Sebut saja ketika seorang muslim
menikah kemudian memiliki anak. Maka tujuh hari selepas proses kelahiran sang
buah hati, orang tua disunnahkan untuk melakukan aqiqah dengan satu atau dua
ekor kambing. Rukun Islam yang ketiga juga terkait harta
dan ekonomi, zakat. Jika seorang muslim memang ditakdirkan untuk tidak memiliki
harta, mana mungkin Allah menyuruh hambaNya untuk menunaikan zakat? Begitupun
dengan ibadah haji yang membutuhkan uang puluhan juta. Sehingga bisa kita simpulkan. Bahwa semua
perintah yang Allah berikan itu, apalagi yang ada kaitannya dengan harta, maka
sejatinya Dia memerintahkan kita untuk menjadi kaya agar bisa melaksanakan itu
semua dengan sebaik mungkin. Yang perlu dicatat, kaya bukan tujuan. Ia hanya jembatan yang harus ditempuh. agar peribadahan kita sebagai HambaNya
semakin sempurna. Hal berikutnya, harta bukanlah sumber kebahagiaan. Karena
bahagia adanya dalam hati. Ia hanya bisa diraih manakala perintah Allah
dilakukan secara sempurna.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam pemaparan
diatas maka dapat kami simpulkan bahwa sistem perekonomian didalam islam
haruslah didasari oleh ketiga perkara diatas tadi sebab agama islam menghendaki
terjadinya pemerataan dan pertumbuhan yang seimbang dikalangan penganutnya,
terutama dibidang ekonomi. Dan tentunya ketiga perkara diatas tadi merupakan
pembeda dengan sistem perekonomian konvensional yang dianut oleh banyak negara
di dunia.
DAFTAR
PUSTAKA
Dahlan, Ahmad, Pengantar
Ekonomi Islam. 2012. bandung: fajar media press
Ali, Kamal, Berbisnis
dengan cara Rasul. 2007. Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit JEMBAR
http://dakwahsyariah.blogspot.co.id/2012/02/kajian-prinsip-dan-dasar-ekonomi-islam.html
di akses tanggal 20 September 2015
Yulian Purnama, http://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html
http://politeknik-lp3i-bandung.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=884:perintah-islam-untuk-berlaku-adil-perintah-islam-untuk-berlaku-adil&catid=73:imtak&Itemid=178/ di akses pada tanggal 20 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar