Halaman

Minggu, 11 Oktober 2015

Prinsip Dasar Ekonomi Islam [Dasar-Dasar Ekonomi Islam]


TUGAS TERSTRUKTUR
DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH
Dasar-Dasar Ekonomi Islam
Dr. Muhaimin, S.Ag, M.A
Prinsip Dasar Ekonomi Islam
Oleh:
NAMA ANGGOTA
NIM
Muhammad Sadriyannor
1501150144
Mujahid
1501150145
Muslim
1501150146


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
BANJARMASIN
2015/2016






KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah swt dengan hati ikhlas dan pikiran yang tulus dan jernih. Karena rahmat, taufik dan hidayah serta inayahNya kami dapat menyusun tugas makalah yang sederhana ini.
Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang figur ummat pembawa rahmat dialah Nabi besar Muhammad SAW yang sujud kepadanya seluruh Malaikat sedangkan Ia masih terkandung dalam tulang belakang ayahnya yang zahir, yaitu Nabiyullah Adam A.S
Pembuatan tugas makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas yang diberikan oleh Dr. Muhaimin, S.Ag, M.A selaku dosen mata kuliah Dasar-dasar Ekonomi Islam sebagai bahan dalam mempelajari apa itu “Prinsip Dasar Ekonomi Islam”.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih banyak memiliki kekurangan dan kesalahan dari segi isi, bahasa, analisis dan lain sebagainya. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan khazanah dan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.
                                                                  

Banjarmasin, 28 September 2015

Tim Penulis





DAFTAR ISI
Halaman
Cover                          .........................................................................................
Kata Pengantar           .........................................................................................                   I
Daftar Isi                     .........................................................................................                   II
BAB I                         .........................................................................................
PENDAHULUAN    .........................................................................................
Latar Belakang          .................................................................                   1
Rumusan Masalah     .................................................................                   1
Tujuan Penulisan       .................................................................                   2
BAB II                                    .........................................................................................
PEMBAHASAN       .........................................................................................
Tauhid .......................................................................................                   3
Pengertian Tauhid .....................................................................                   3
Tauhid sebagai Landasan Ekonomi Islam ................................                   4
Keadilan....................................................................................                    6
Pengertian Adil ........................................................................                    6
Konsep Keadilan didalam Ekonomi Islam ..............................                    7
Moral .......................................................................................                     8
Pengertian Moral .....................................................................                     8
Bermoral dalam berekonomi secara Islam ..............................                     9
BAB III                      ........................................................................................
PENUTUP                 ........................................................................................
Kesimpulan ..............................................................................                    11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................                   III


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Sejak zaman Rasulullah SAW sudah dikenal sistem mengatur harta didalam islam melalui sebuah lembaga yang bernama baitul mal. Didalamnya segala jenis harta disimpan yang diperuntukkan bagi kepentingan kaum muslimin, baik untuk persiapan perang ataupun sebagai pembendaharaan umat yang dikelola sendiri oleh umat islam pada zamannya yang lumrah kita ketahui bahwa mereka sangatlah kuat imannya yang tidak bisa digoyahkan oleh apapun juga sehingga bisa menjadi sebuah negara islam yang kuat, namun setelah beberapa periode berlalu bukannya semakin bagus malahan sistem perekonomian menjadi melemah dikarenakan kelakuan umat islam juga dengan campur tangan bangsa asing.
Sehingga yang terjadi saat ini adalah kekuasaan yang semula dipegang oleh umat islam perlahan-lahan mulai lepas dan dikendalikan oleh bangsa non-islam. Akan tetapi, ada juga umat islam yang berada dalam kekuasaan itu namun mereka hanya memikirkan apa yang masuk kedalam kantong mereka saja sangatlah berbeda dengan umat islam zaman dahulu yang mempunyai rasa toleransi yang tinggi dan juga pengetahuan yang luas dibidang agama.

B.  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tadi, maka dapat kami rumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam permasalahan ini yaitu:
“Apa saja yang dikehendaki agama islam untuk dimiliki umatnya agar dapat mengatur perekonomian dengan baik...?”





c. tujuan penulisan
Dalam setiap perbuatan yang dilakukan seseorang pastilah mempunyai tujuan akhir yang merupakan target dari tindakan tersebut, begitu pula didalam penulisan ini selayaknya lah kami mempunyai suatu tujuan yang jelas juga, maka dari itu tujuan kami dalam penulisan ini yaitu:
            “Mengetahui apa saja yang diperlukan guna mengembangkan kembali sistem perekonomian didalam islam”


















BAB II
PEMBAHASAN

A.   TAUHID
Didalam agama islam tauhid merupakan hal yang sangat vital bagi keimanan seorang umat. Hal itu dikarenakan bahwa didalam agama islam hanya meyakini adanya satu Tuhan, yaitu Allah SWT Tuhan sekalian alam yang menciptakan alam semesta termasuk bumi dan isinya.
1.     Pengertian Tauhid
Kata Tauhid merupakan bentuk mashdar “wahhada yuwahhidu” yang berarti Meng-Esakan. Syaikh Utsaimin menjelaskan lafadz tauhid secara bahasa adalah : “Menjadikan sesuatu menjadi satu, yang tidak bisa menjadi benar kecuali dengan nafiy (penolakan) dan itsbat (penetapan). Secara istilah, Kata Tauhid mempunyai dua pengertian yaitu :
a. Pengertian umum yaitu : “Meng-Esakan Allaah dalam hal semua yang menjadi
kekhususan Allaah dengan ilmu, keyakinan, ‘amalan dari semua yang
berhubungan dengan Nama – Nama Allah, Sifat –Sifat Allah, Perbuatan
Allah, dan Peribadatan kepada Allah.”
b. Pengertian khusus yaitu : “Meng-Esakan Allah dalam hal ibadah kepada-Nya, yaitu hanya beribadah kepada Allaah saja, tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun akan mengesakan Allah saja satu – satunya dengan ibadah, penghormatan, pengagungan.

2.     Tauhid sebagai Landasan Ekonomi Islam
Hakikat tauhid adalah penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik menyangkut ibadah maupun muamalah, dalam rangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.. Dalam konteks ini Ismail Al- Faruqi mengatakan, “ it was al- tauhid as the first principle of the economic order that created the first “ welfare state” and Islam that institutionalized that first socialist and did more for social justice as well as for the rehabilitation from them to be described in terms of the ideals of contemporary western societies”.
 ( Tauhidlah sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “ negara sejahtera” pertama, dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan  melakukan lebih banyak  keadilan sosial. Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat) manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini tidak ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini ).
Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme atau ekonomi sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan materialism. Dalam konteks ekonomi, tauhid berimplikasi kepada adanya kepastian dalam setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak dan bersumber dari ajaran Allah, serta dilakukakan dengan cara-cara yang ditentukan oleh Allah dan akhirnya  juga ditujukan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah.
Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk mengelola sumber daya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil.
Dalam mengelola sumberdaya itu manusia harus mengikuti aturan Allah dalam bentuk syari’ah. Firman Allah SWT
 ثُمَّ جَعَلْناكَ عَلى‏ شَريعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْها وَلا تَتَّبِعْ أَهْواءَ الَّذينَ لا يَعْلَمُونَ
“Kemudian kami jadikan bagi kamu syari’ah  dalam berbagai urusan, maka ikutilah syariah itu, Jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tak mengetahui” (QS:Al-Jatsiyah 18)
Dengan demikian, setiap pengelolaan sumber daya dan setiap cara dan usaha mencari rezeki harus sesuai dengan aturan Allah. Demikian pula membelanjakannya seperti spending, investasi dan tabungan harus sesuai dengan syari’ah Allah. Inilah implikasi dari konsep tauhid atau teologi ekonomi Islam. Kedua, Allah menyediakan sumber daya alam sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia yang berperan sebagai khalifah,  dapat  memanfaatkan sumber daya yang banyak itu untuk kebutuhan hidupnya. Dalam perspektif teologi Islam, sumber daya – sumber daya itu, merupakan nikmat Allah yang tak terhitung ( tak terbatas ) banyaknya, sebagaimana dalam firman-Nya
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“ Dan jika kamu menghitung – hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak bisa menghitungnya”. ( QS. An-Nahl:18)
Namun, perbedaan pendapat terjadi antara para ahli ekonomi konvensional dengan para pakar ekonomi islam, yaitu para ahli ekonomi konvensional selalu mengemukakan jargon bahwa sumber daya alam terbatas. Sedangkan dalam ekonomi Islam, sumberdaya alam banyak dan melimpah. Karena itu menurut ekonomi Islam, krisis ekonomi yang dialami suatu negara, bukan karena terbatasnya sumber daya alam, melainkan karena tidak meratanya distribusi, sehingga terwujud ketidakadilan sumber daya. Banyak sekali ayat Al- qur’an menunjukkan bahwa pertanian, perdagangan, industri baik barang maupun jasa dan berbagai bentuk kegiatan produktif dimaksudkan  untuk kehidupan manusia.
Selanjutnya konsep tauhid didalam ekonomi islam ini mengajarkan bahwa segala sesuatu bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, menggunakan sarana dan sumber daya sesuai syariat Allah. Aktivitas ekonomi, seperti produksi, distribusi, konsumsi, ekspor – impor bertitik tolak dari tauhid ( keilahian ) dan dalam koridor syariah yang bertujuan untuk menciptakan falah guna mencapai ridha Allah SWT.
B.   KEADILAN
Setiap makhluk pasti menghendaki hal yang sama di dunia ini, khususnya manusia. Mereka ingin diperlakukan secara benar dan tidak dirugikan dalam hal apapun dan juga mereka mempunyai hak yang sama di dunia ini.
1.     Pengertian Adil
Kata ‘adl adalah bentuk masdar dari kata kerja ‘adala – ya‘dilu – ‘adlan – wa ‘udulan – wa ‘adalatan ( وَعَداَلَةًوَعُدُوْلعَدْل  -  يَعْدِلُ  - عَدَلَ) yang berarti lurus atau sama. Jadi, seorang yang ‘adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang merupakan makna asal kata ‘adl, yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak” kepada salah seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang ‘adil berpihak kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang. Al-Asfahani menyatakan bahwa kata ‘adl berarti memberi pembagian yang sama. Sementara itu, pakar lain mendefinisikannya dengan penempatan sesuatu pada tempat yang semestinya. Ada juga yang menyatakan bahwa ‘adl adalah memberikan hak kepada pemiliknya melalui jalan yang terdekat. Hal ini sejalan dengan pendapat al-Maraghi yang memberikan makna kata ‘adl dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya secara efektif.

2.     Konsep Keadilan didalam Ekonomi Islam
Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin menginkan bahwa adanya pembagian secara merata didalam segala hal, termasuk juga dalam segi perekonomian yang meliputi sistem produksi, distribusi, dan konsumsi. Islam menghendaki akan terjadinya pemerataan keadilan karena sistem ekonomi islam menyatakan bahwa sumber daya itu tidak terbatas dan keinginan manusia terbatas hal ini berbanding terbalik dengan sistem ekonomi konvensional yang menyatakan bahwa sumber daya itu terbatas dan keinginan manusia tidak terbatas. Namun, pada kenyataannya sumber daya seolah tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia dikarenakan sistem distribusinya yang jelek/tidak adil itulah yang dikehendaki para ahli ekomom islam untuk dibenarkan.
Keadilan juga merupakan pilar terpenting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah ditekankan oleh Al-Qur’an sebagai misi utama para Nabi yang diutus  Allah, termasuk penegakkan keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan. Sebagai mana firman Allah berikut ini.
A090
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, dan berbuat kebaikan, serta memberi bantuan kepada kaum kerabat; dan melarang daripada melakukan perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar serta kezaliman. Ia mengajar kamu (dengan suruhan dan laranganNya ini), supaya kamu mengambil peringatan  pelajaran”
Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya penegakan keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial. Komitmen Al-Quran tentang penegakan keadilan sangat jelas. Hal itu  terlihat dari penyebutan kata keadilan di dalam Al-quran mencapai lebih dari seribu kali, namun tidak semuanya menggunakan kata ‘adil, tetapi juga ada yang menggunakan kata yang lain seperti al-mizan dan al-qist.
Jika konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu menggunakan indikator PDB (Produk Dosmetik Bruto) dan perkapita sebagai dasar mengukur kesejahteraan rakyatnya. Dalam Islam, pertumbuhan harus seiring dengan pemerataan. Tujuan kegiatan ekonomi, bukanlah meningkatkan pertumbuhan sebagaimana dalam konsep ekonomi kapitalisme, melainkan tujuan ekonomi Islam lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.
Karena itu, Islam menekankan keseimbangan antara petumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan bukan menjadi tujuan utama, kecuali dibarengi dengan pemerataan. Dalam konsep Islam, pertumbuhan dan pemerataan merupakan dua sisi dari sebuah entitas yang tak terpisahkan, karena itu keduanya tak boleh dipisahkan.

C.    MORAL
Perbedaan antara manusia dan hewan hanyalah terletak pada akal mereka, oleh karena itu maka selayaknyalah kita sebagai manusia mempergunakan akal yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya untuk menjadi seoran manusia yang bermoral dan berjiwa sosial.

1.     Pengertian Moral
Moral merupakan sebuah wawasan menyangkut budi pekerti manusia. Kata moral merupakan terjemahan dari bahasa latin yaitu mores dari bahasa Latin, lalu kemudian diartikan atau di terjemahkan jadi “aturan kesusilaan” ataupun suatu istilah yang digunakan untuk menentukan sebuah batas-batas dari sifat peran lain, kehendak, pendapat atau batasan perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik maupun buruk.

2.     Bermoral dalam berekonomi secara islam
Setiap pelaku kegiatan ekonomi haruslah dia mempunyai akhlak yang baik karena segala hal yang dia lakukan selalu erat kaitannya dengan sesama manusia. Bahkan, perbedaan antara para pelaku ekonomi konvensional dan islam hanya terletak pada kelakuaannya saja. Ekonomi islam tidak memperbolehkan untuk menumpuk(menimbun) barang untuk diperjualkan kembali pada saat harganya mahal karena itu justru akan menimbulkan kelangkaan suatu produk tertentu, berbeda halnya dengan pelaku ekonomi konvensional mereka lebih mementingkan apa yang mereka peroleh dalam sehari tanpa memperhatikan dengan apa yang mereka perbuat.
Oleh karena itu, islam menghendaki agar terjadinya pemerataan dalam segala hal agar tercipta pemerataan dan pertumbuhan yang sejajar dikalangan masyarakatnya.
Karena dalam perekonomian Islam, nilai-nilai luhur terkait kemanusiaan sangatlah diperhatikan. Misalnya saja, seseorang tidak boleh memakan harta saudaranya secara batil, dilarang mengurangi takaran, tidak boleh menjual barang cacat tanpa sepengetahuan pembeli, monopoli tidak diberi tempat, riba’ diharamkan, dan seterusnya.
Dalam menyikapi harta, Islam mengambil sikap pertengahan. Bukan menolak harta secara ekstrim sehingga tersisih dari dunia. Ataupun menjadi hamba harta sehingga lupa mati dan menyangka bahwa dunia adalah surga bagi mereka.
Bagi kaum muslimin, harta hanyalah sarana. Agar kalimat-kalimat Allah lebih massif didakwahkan, dalam rangka mewujudkan Rahmat Islam bagi semesta. Jika hal ini sudah bisa dilakukan, maka kegemilangan yang pernah dicapai oleh generasi pertama umat ini akan segera diraih kembali. Harta dan perekonomian juga menjadi isu sentral. Di mana saat ini, sumber-sumbernya dikuasai oleh musuh Islam. Hampir di seluruh aspek, mereka merajai. Alhasil, umat yang pernah mempunyai pemimpin sekaliber Umar bin Abdul Aziz ini, hanya menjadi pembantu. Bukan hanya di negeri musuh Islam. Bahkan, di negeri yang mayoritas muslim sekalipun. Oleh karena itu, umat islam perlu dibangunkan. Apalagi, ketika fakta sudah nyata terbentang. Bahwa agama ini akan semakin kokoh dengan harta. Meskipun, tanpa harta, Allah bisa dengan mudah membuatnya tetap tak tertandingi. Sebut saja ketika seorang muslim menikah kemudian memiliki anak. Maka tujuh hari selepas proses kelahiran sang buah hati, orang tua disunnahkan untuk melakukan aqiqah dengan satu atau dua ekor kambing. Rukun Islam yang ketiga juga terkait harta dan ekonomi, zakat. Jika seorang muslim memang ditakdirkan untuk tidak memiliki harta, mana mungkin Allah menyuruh hambaNya untuk menunaikan zakat? Begitupun dengan ibadah haji yang membutuhkan uang puluhan juta. Sehingga bisa kita simpulkan. Bahwa semua perintah yang Allah berikan itu, apalagi yang ada kaitannya dengan harta, maka sejatinya Dia memerintahkan kita untuk menjadi kaya agar bisa melaksanakan itu semua dengan sebaik mungkin. Yang perlu dicatat, kaya bukan tujuan. Ia hanya jembatan yang harus ditempuh. agar peribadahan kita sebagai HambaNya semakin sempurna. Hal berikutnya, harta bukanlah sumber kebahagiaan. Karena bahagia adanya dalam hati. Ia hanya bisa diraih manakala perintah Allah dilakukan secara sempurna.























BAB III
PENUTUP
            Kesimpulan
Dalam pemaparan diatas maka dapat kami simpulkan bahwa sistem perekonomian didalam islam haruslah didasari oleh ketiga perkara diatas tadi sebab agama islam menghendaki terjadinya pemerataan dan pertumbuhan yang seimbang dikalangan penganutnya, terutama dibidang ekonomi. Dan tentunya ketiga perkara diatas tadi merupakan pembeda dengan sistem perekonomian konvensional yang dianut oleh banyak negara di dunia.























DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Ahmad,  Pengantar Ekonomi Islam. 2012. bandung: fajar media press
Ali, Kamal, Berbisnis dengan cara Rasul. 2007. Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit JEMBAR
http://dakwahsyariah.blogspot.co.id/2012/02/kajian-prinsip-dan-dasar-ekonomi-islam.html di akses tanggal 20 September 2015
Yulian Purnama, http://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html
http://politeknik-lp3i-bandung.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=884:perintah-islam-untuk-berlaku-adil-perintah-islam-untuk-berlaku-adil&catid=73:imtak&Itemid=178/  di akses pada tanggal 20 September 2015















Tidak ada komentar:

Posting Komentar